Jumat, 18 Oktober 2013

SULTAN MAHMUD MALIK AZ-ZAHIR (1326 - 1345)


SULTAN  MAHMUD  MALIK  AZ-ZAHIR  (1326 - 1345)
Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326-1345) merupakan keturunan dari Sultan Malik as-Saleh. Setelah pemerintahan Sultan Malik as-Saleh, selanjutnya kepemimpinan kerajaan diperintah oleh putranya yaitu Sultan Muhammad Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Peurlak. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah diperkenalkan di Pasai, seiring dengan berkembangnya kerajaan Samudera Pasai, menjadi salah satu kawasan perdagangan sekaligus tempat pengembangan dakwah agama Islam.
Sekitar tahun 1326 Sultan Muhammad Malik az-Zahir meninggal dunia dan ia meninggalkan dua orang putra yaitu Mahmud Malik az-Zahir dan Malikul Mansur atau yang merupakan cucu dari Sultan Malik as-Saleh. Ketika Sultan Muhammad Malik az-Zahir pada akhirnya meninggal dunia karena sakit, tampuk kepemimpinan kerajaan Pasai untuk sementara diserahkan kepada Sultan Malik as-Saleh yang juga memimpin kerajaan Samudera, karena kedua putranya masih berusia sangat belia.
Sultan Malik as-Saleh menyerahkan kedua cucunya kepada tokoh-tokoh yang piawai supaya mereka dapat dengan baik memimpin kerajaan pada suatu saat nanti. Mahmud Malik az-Zahir diserahkan kepada Sayid Ali Ghiatuddin, sementara Malikul Mansur dididik oleh Sayid Semayamuddin.
Ketika kedua pangeran ini beranjak dewasa dan dirasa sudah siap untuk memimpin pemerintahan, maka Sultan Malik as-Saleh pun mengundurkan diri dari singgasananya yang meliputi dua kerajaan, yakni kerajaan Samudera dan kerajaan Pasai. Sebagai gantinya sesuai dengan kesepakatan orang-orang besar, diangkatlah Mahmud Malik az-Zahir menjadi Sultan Kerajaan Pasai, sementara Malikul Mansur sebagai Sultan Kerajaan Samudera.
Namun, keharmonisan kedua Sultan kakak-beradik ini tidak berlangsung lama karena terjadi perseteruan di antara mereka. Penyebabnya adalah ulah Sultan Mansur yang ternyata menggilai salah seorang istri Sultan Mahmud yang tidak lain adalah abang kandungnya sendiri. Sehingga pada akhirnya, Sultan Mansur ditangkap dan diusir dari kerajaannya hingga kemudian meninggal dunia dalam perjalanan. Maka, jadilah Sultan Mahmud Malik az-Zahir menguasai singgasana Kerajaan Samudera dan Kerajaan Pasai hingga digabungkan kedua kerajaan itu menjadi Kesultanan Samudera Pasai.
Sultan Mahmud Malik az-Zahir memerintah tahun 1326 sampai tahun 1345. Pada masa pemerintahannya, ia dikunjungi oleh Ibnu Batuthah, kemudian menceritakan bahwa sultan di negeri Samatrah (Samudera) menyambutnya dengan penuh keramah-tamahan dan penduduknya menganut Mazhab Syafi’i.
Sultan Mahmud Malik az-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadi yang dimilikinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Dan selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya, begitu Ibnu Batuthah menggambarkan sosok Sultan Mahmud Malik az-Zahir.
Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang pesat dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudra Pasai merupakan istana yang disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar Amir, dan juga terdapat pelabuhan penting. Dengan letaknya yang strategis, Samudera Pasai berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito.
Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batuthah, yaitu komoditi perdagangan dari Samudera yang penting adalah lada, kapur barus dan emas. Dan untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas yang dinamakan Deureuham (dirham).
Di bawah kekuasaannya, Samudera Pasai mencapai kejayaannya. Menurut catatan Ibnu Batuthah (seorang musafir yang ahli hukum Islam), az-Zahir merupakan penguasa yang memiliki ghirah belajar yang tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Dia juga mencatat, pusat studi Islam yang dibangun di lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara ulama dan elite kerajaan.
Ibnu Batuthah yang merupakan seorang pengembara Islam dalam catatannya  mengatakan bahwa ia sempat mengunjungi Pasai tahun 1345 M. Ibnu Batuthah yang singgah di Pasai selama 15 hari, menggambarkan kesultanan Samudera Pasai sebagai “sebuah negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah”. Ibnu Batuthah menceritakan ketika sampai di negeri Cina, ia melihat kapal Sultan Pasai di negeri itu. Memang sumber-sumber Cina ada yang menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin datang ke Cina untuk menyerahkan upeti.
Bagi Ibnu Batuthah, Al-zahir adalah salah satu dari tujuh raja yang memiliki kelebihan luar biasa. Ketujuh raja yang luar biasa itu antara lain: raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa, raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah, raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia, raja Turki dikaguminya karena gagah perkasa, raja Romawi yang sangat pemaaf, raja Melayu Sultan Mahmud Malik az-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.
Sebagai raja, Al-zahir juga merupakan sosok yang sangat shaleh, pemurah, rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak kerajaan, Mahmud Malik az-Zahir tidak pernah bersikap jumawa. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Batuthah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.
Struktur pemerintahan pada masa Mahmud Malik az-Zahir sama seperti struktur pemerintahan masa sultan sebelumnya yaitu pimpinan tertinggi kerajaan berada di tangan sultan yang biasanya memerintah secara turun temurun. Disamping terdapat seorang sultan sebagai pimpinan kerajaan, terdapat pula beberapa jabatan lain, seperti Menteri Besar (Perdana Menteri atau Orang Kaya Besar), seorang Bendahara, seorang Komandan Militer atau Panglima Angkatan laut yang lebih dikenal dengan gelar Laksamana, seorang Sekretaris Kerajaan, seorang Kepala Mahkamah Agama yang dinamakan Qadi, dan beberapa orang Syahbandar yang mengepalai dan mengawasi pedagang-pedagang asing di kota-kota pelabuhan yang berada di bawah pengaruh kerajaan itu. Biasanya para Syahbandar ini juga menjabat sebagai penghubung antara sultan dan pedagang-pedagang asing.
Selain itu menurut catatan M.Yunus Jamil, bahwa pejabat-pejabat Kerajaan Islam Samudera Pasai terdiri dari orang-orang alim dan bijaksana. Adapun nama-nama dan jabatan-jabatan mereka adalah sebagai berikut:
1.      Seri Kaya Saiyid Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri.
2.      Saiyid Ali bin Ali Al Makaarani, sebagai Syaikhul Islam.
3.      Bawa Kayu Ali Hisamuddin Al Malabari, sebagai Menteri Luar Negeri
Sementara anak-anak sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, & penguasanya juga bergelar sultan.
Pusat pemerintahan kesultanan Pasai terletak antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu Air) dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut Ibn Batuthah yg menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai saat pemerintahan diperintah oleh Sultan Mahmud Malik az-Zahir, menyebutkan bahwa kerajaan ini tak memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya.
Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, dan pasar serta dilalui oleh sungai tawar yg bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik.
Menurut hikayat Raja-Raja Pasai Sultan Mahmud ini diserang oleh kerajan Siam, karena tidak mau memenuhi permintaan Siam untuk memberikan upeti. Serangan tersebut dapat digagalkannya, dan baginda membuang adiknya Sultan Malik al-Mansur ke Tamiang, karena al-Mansur mengambil wanita dari istananya ketika Mahmud ke luar Pasai. Sultan Mahmud digantikan oleh adiknya sendiri.
Sejak tahun 1346, kepemimpinan Kesultanan Samudera Pasai di bawah rezim Sultan Mahmud Malik az-Zahir digantikan oleh anaknya yang bernama Ahmad Permadala Permala. Setelah dinobatkan sebagai raja, ia dianugerahi gelar kehormatan dengan nama Sultan Ahmad Malik az- Zahir yang memerintah tahun 1345-1383.
Untuk mengenangnya, di makamnya terpatri kata-kata penghormatan: yang mulia Mahmud Malik az-Zahir, cahaya dunia sinar agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar